Lingkar Kendali

Setelah menunggu beberapa pekan, alhamdulillah buku “Mindful Life” karya coach Darmawan Aji sampai juga ke rumah. Karena ikutan pre order, saya mendapatkan tambahan bonus yakni free e-course mindful life di ruangtraining.com. Huah, rasanya nggak sabar untuk menyelesaikan semua tahap pelajaran yang diberikan oleh coach Aji.

Sekitar 14 menit pertama menyimak tentang materi dikotomi kendali, saya mendapat pencerahan berulang tentang ranah kendali. Kenapa saya bilang berulang, karena teorinya sudah sampai berkali-kali dalam kelas yang berbeda, namun prakteknya masih terbata-bata. Fiufh.

Selama ini orang terjebak dengan stress dan depresi karena memaksa ingin mengendalikan apa yang tidak bisa dikendalikan. Seperti cuaca, kemacetan, kebijakan pemerintah, sikap orang lain, masa lalu, masa depan, hasil, umur dan kesehatan. Contoh nyata yang saya alami, saya merasa kesal sekali dengan kemacetan yang terjadi setiap weekend di jalan raya sawangan. Padahal weekend enaknya jalan-jalan dari mall ke mall atau kelilingan kota Depok sambil kulineran, tapi masalahnya baru keluar jalan utama dan masuk ke jl raya sawangan kemacetan sudah mengular panjang, bikin ilfeel. Mencak-mencak di jalan, apalagi kalo lagi buru-buru. Tapi setelah kesyaal macetnya nggak berkurang, yang ada suasana hati makin runyam, ditambah suami kesal melihat saya yang ‘mencucu’ dan tidak menikmati perjalanan. Klop bukan ? Weekend yang menyebalkan. Ditambah kalimat terakhir, jadilah sepanjang hari kami merasa menderita.

Setelah sadar bahwa kemacetan bukan di ranah kendali yang bahkan tidak terpengaruh dengan suasana hati, maksudnya ketika suasana hati senang macetnya juga tidak serta merta hilang, maka memilih fokus pada hal yang ada dalam kendali membuat hasil menjadi berbeda. Saat macet, saya memilih untuk ngobrol dengan suami dan anak-anak mengingat kejadian-kejadian lucu sehingga kami tertawa terbahak-bahak, macetnya berkurang kah ? Nggak! tapi karena kami memilih untuk menikmatinya maka weekend kami tetap menyenangkan meski terjebak dijalan yang sama berulang kali. Bahkan ketika harus memilih untuk #dirumahaja suasana hatinya tetap happy karena tidak berupaya untuk mengendalikan hal-hal diluar kendali.

Nah, hal-hal apa saja yang ada dalam kendali ? Pikiran, perasaan, ucapan dan tindakan. Apa yang kita pikirkan akan mempengaruhi perasaan kita, dan perasaan yang kita rasakan akan mempengaruhi tindakan, tentu tindakan ini lah yang kemudian mempengaruhi hasil, baik buruknya tergantung dari apa yang kita pikirkan. Wow, kok bisa ?

Analisanya begini, ketika saat macet tadi kita hanya menggerutu, dan berpikir, “Wah, ngeselin banget nih, mana pemerintah ? masa nggak becus banget ngurusin jalan sampai macet terus tiap pekan!” yang ada perasaan kita jadi runyam, kesal, dan marah pada pemerintah (ngapain juga dibawa-bawa). Anak-anak rewel dan bosan reaksi kita jadi ikutan tantrum karena sejak awal perasaannya udah nggak enak, hasilnya ? Tentu keributan terjadi, tak hanya dalam pikiran tapi juga sudah menjadi tindakan yang marah terhadap anak, anak main rewel, suami ikutan panas dan terjadilah keributan sama suami. hihihi, kayak dejavu.

Tapi, kalau sejak awal kita berpikir bahwa macet tidak mempengaruhi suasana hati, maka perasaan kita tidak terpengaruh dengan suasana jalanan yang hiruk pikuk. Kita bisa memikirkan solusi agar semua tetap nyaman dalam perjalanan, dan mengeksekusinya dengan bahagia. Hasilnya, tentu tidak sama jika kita memilih untuk berpikir mengerutuki kemacetan.

Dari membaca bab dikotomi kendali ini saya mendapatkan pelajaran bahwa meski ada hal yang diluar kendali murni ada juga hal yang diluar kendali namun dapat dipengaruhi, seperti kesehatan, sikap orang lain, masa depan dan juga hasil. Dengan olahraga kita memang tidak bisa memperpanjang umur, tidak juga bisa memaksa kesehatan menjadi stabil terus, tapi minimal dengan olahraga kita bisa mempengaruhi kesehatan yang tadinya pegal-pegal karena mageran menjadi lebih fresh karena olahraga.

Begitupun dengan sikap orang lain, kita tidak bisa mengendalikan respon orang lain, tapi kita masih bisa memilih memberikan respon yang baik terhadap sikap mereka untuk mengajarkan bagaimana seharusnya mereka memperlakukan kita. Hasilnya apakah orang lain akan mengikuti apa yang kita inginkan, belum tentu karena hasil bukan kendali kita, minimal kita sudah menambah kebaikan dengan respon-respon terbaik kita.